love? friendship is better…

My Lovely best Friend!!

 

“Aduh!!” aku reflex menjerit ketika sebuah bola basket dengan mulusnya mendarat di pipi kananku yang sontak membuyarkan lamunanku di taman kompleks perumahan Permata Jingga sore itu. Bangku taman adalah tempat favoritku melepas penat. Seorang cowok berlari menghampiri bangku tempatku bersila. Pasti dia pemilik bola basket sialan itu, pikirku sambil mengelus pipiku yang terasa sangat panas dan nyeri.

“Sorry..aku nggak sengaja! Sakit nggak?!”ujarnya ketika sampai di tempatku duduk dengan muka sarat akan penyesalan.

“Ya sakit lah! Emangnya muka aku ring basket apa?! Dilempar-lemparin bola!” jawabku ketus.

“Iya, tapi aku bener-bener nggak sengaja,maaf ya…” katanya sungguh-sungguh. Senyumnya terlihat bersahabat dan tulus. Tampangnya yang nggak kalah ganteng sama Case Fabregas, membuatku urung memakinya apalagi menamparnya. Nggak tahu kenapa? Tiba-tiba dadaku terasa hangat melihatnya.

‘untung cakep, kalo nggak, abis loe’ kataku dalam hati.

“Iya!” kataku akhirnya dengan muka tetap cemberut, semonyok tanjung kodok, mencoba memaafkannya. Cowok itu tiba-tiba mengulurkan tangannya.

“Terima kasih, nona manis. Kenalin aku Dimas, tetangga baru kamu!” katanya tersenyum manis sekali yang aku yakin banget sudah membuat jantungku lompat dari tempat persinggahannya. Tapi juga sekaligus membuat perut ku mual. Dasar cowok!

“Vanya.” jawabku singkat dengan muka semerah kepiting rebus. ‘jaim, bro.’

“ Kamu nggak usah takut sama aku, aku udah jinak kok, jadi nggak bakalan gigit. hahaha..”candanya seraya duduk di sebelahku. ‘wekk.. Nggak lucu!’makiku dalam hati.

“Kok tau kamu tetanggaan sama aku?” tanyaku akhirnya setelah beberapa saat tak ada yang bersuara.

“Akhirnya kamu mau ngomong juga. Kirain kita mau diem-dieman ampe besok pagi.” kata Dimas dengan seringai jail. Mau tak mau kontan membuatku tersenyum.

“ Nah, kalo senyum gitu kan manis.”

“Eh,kamu nanya apa tadi?”

“Kok kamu tau kita tetanggaan?”

“owh itu, kan aku tiap hari liat kamu keluar dan masuk rumah di sebelah rumah aku. Jadi aku yakin kalo kamu pasti tetanggaku. Hehehe..” jelasnya tak lupa dengan cadaan jailnya.

Perasaan marahku karena kejadian bola itu lenyap dengan tingkah Dimas yang lucu dan bersahabat. Sayangnya cuaca langit di sore itu tak begitu mendukung kami untuk melanjutkan percakapan yang semakin terdengar seru karena Dimas bercerita dengan berbagai gaya dan ekspresi lucunya. ‘asikk aku punya teman baru’ sorakku dalam hati,girang. J

‘’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’

Perkenalan sore itu pun berlanjut menjadi persahabatan yang tak terasa sudah kami lewati hampir 4 tahun. Dimas orang yang sangat menyenangkan, dia cerewet sekali tapi juga pendengar yang sangat baik. Tak butuh waktu lama untuk kami saling mengenal satu sama lain. Apalagi sebagai anak tunggal, kesepian ku lenyap sejak kedatangan Dimas dan Renata, adik perempuan Dimas. Setiap sore Dimas selalu datang ke rumahku hanya untuk sekedar ngobrol, main game ataupun belajar bersama. Walaupun dia sangat ekspresif tapi Dimas bukan orang yang talk only no action. Prestasinya cukup membanggakan di sekolah barunya.

“Vanya..Vanya..ngerjainnya yang serius donk?!Besok loe itu mau ujian. Kalau belajarnya tetep kayak gitu,nilai fisika loe pasti tambah nggak karuan!”omel Dimas dengan sebal melihat ku tak serius mengerjakan soal-soal fisika yang dia berikan. Malam itu kami sedang belajar bersama seperti biasanya.

“Dimas..aku tuh nggak bisa ngerjain soal-sola kamu dari neraka ini!Udah deh nggak usah maksa aku belajar fisika lagi!”sahutku ikut sebal karena dia mulai mengguruiku.

“Bukannya gue mau sok pinter,tapi gue cuma nggak mau aja jadi temen yang nggak berguna buat elo.”katanya sabar ketika melihatku mulai cemberut.

“Tapi aku bener-bener nggak bisa Dimas..kapasitas fisika di otakku nggak sebanyak fisika di dalam otak kamu,yang gampang melahap soal-soal kayak gini!”Aku semakin sebal mendengar ocehan Dimas.

“Nggak ada yang nggak bisa!Sini gue ajarin lagi. Pelan pelan deh,ntar kalo nggak ngerti bilang biar gue ulang lagi.”katanya sambil mengeluarkan jurus andalannya menghadapi ku,dengan kesabaran dan tentu saja senyumannya. Dimas paling tau kalau senyumannya adalah jurus ampuh untuk membujukku.

“iya deh..tapi pelan-pelan aja!”putusku mengiyakan permintaannya.

            Aku sangat menyukai sikap dan sifat Dimas sahabatku itu. Walupun dia tergolong anak yang suka hang out bareng temen-temennya,tapi dia nggak pernah lupa akan kewajiban belajarnya. Dimas juga bukan tipe orang yang sangat bijak, tapi dia selalu tahu kapan dan di mana dia harus bersikap tegas. Ada perasaan asing mulai menyusup ke dalam ruang yang telah lama kosong di sudut hatiku. Perasaan yang selama dalam persahabatan ini berusaha ku hindari. Entah sejak kapan benih itu mulai diam-diam tersemai di sana. Perhatian-perhatian kecil yang Dimas berikan padaku seakan menjadi pupuk yang membuat benih itu semakin tumbuh dan kini kian menyesakkan dada tapi aku nggak mau persahabatan yang berharga ini harus terlepas dari genggamanku hanya karena perasaan ini. Aku cukup bahagia Dimas sangat menyayangiku walaupun hanya sebatas sahabat. Itu lebih dari cukup untukku.

‘’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’

“Cie..tumben lu pinter Fisika Van. Sejak kapan?Kok gue nggak pernah ngeh ya?”celoteh Reva usai ulangan Fisika kami di bagikan.

“Iya nih…aku aja kalah sama kamu. Kok bisa sih??”Vina si manja tapi otak tehnik itu menyahut.

“Aku kan sekarang punya guru les privat fisika. Jadi soal kayak gitu mah nggak ada apa-apanya!Aku juga jadi semangat belajarnya,kayaknya kalian mesti gabung deh.”Jelasku dengan semangat menjawab pertanyan mereka sewaktu kami sedang menikmati makan siang di kantin sekolah.

“Guru privat? Sejak kapan loe ikut privat fisika segala?Kok loe ampe semangat gitu sih?” Reva antusias menggapiku.

“Pasti gurunya cakep tuh!Makanya Vanya jadi semangat belajar fisika.”sahut Vina.

“hehehe…nggak kok. Gurunya nggak cakep-cakep banget,standart malah. Tapi privat aku gratis malahan dapet bonus es krim strawberry.”Aku senyum-senyum melihat ekspresi kaget mereka.

“Siapa Van guru loe?”

“Dimas.”jawabku tetap riang sambil melahap makan siangku.

“owh..pantes!”sahut mereka hampir bersamaan. Merekapun melanjutkan melahap makan siang mereka.

“Van,lu sama Dimas tu beneran cuma sahabatan apa udah jadian sih??” tiba-tiba Reva nyelutuk dan membuatku sedikit tersedak mendengarnya.

“Iya..Van,kalian tuh kayak bukan cuma sahabatan. Kemana-kemana berdua. Ngapain-ngapain berdua. Kayak surat sama amplopnya tau nggak?” Vina menimpali pertanyaan Reva.

“Ah..masa sih?biasa aja tuh.”jawabku enteng tanpa menghentikan aktivitasku melahap bakso.

“Yaelah..ni anak di bilangin nggak percaya.”gerutu Vina.

“Vina..Reva..sahabat-sahabatku yang paling baek..kita tuh udah bahas ini berkali-kali tau?! Lagian aku sama Dimas tu ya kayak aku sama kalian gini. Nggak ada perasaan apa-apa. Jadi kami nggak mungkin pacaran! Bedanya, Dimas rumahnya sebelahan sama rumah aku,jadi kita intensitas ketemunya lebih sering. Dan kalian rumahnya pada jauh dari rumah aku.”tegasku panjang lebar mencoba meyakinkan mereka.

Reva dan Vina mangut-mangut dan akhirnya menyerah menginterogasiku. Kemudian kami memutuskan kembali ke kelas karena suara bel sudah terdengar nyaring.

“ehm..Vanya sebenernya suka nggak sih sama Dimas?” celutuk Vani tiba-tiba saat kami berjalan di koridor.

“hah??”aku kaget sekali mendengar pertanyaan Vani yang nggak terduga itu.

“Nggak usah sok kaget gitu deh Van. Kita kan sahabatan udah lama banget, masa loe nggak mau cerita sama kita?Sampe kita harus nyadar sendiri kalo elo sama Dimas tu saling suka.”giliran Reva menimpali kata-kata Vani.

“Dari cara kalian saling ngasih perhatian, cara kalian menatap satu sama laen itu beda banget dari tatapan biasa tau!”tambahnya.

“Apalagi kemaren waktu Dimas nolongin loe yang mau tenggelem, dia tuh keliatan cemas..banget. oiya, Dimas juga sering nyayi sama maen gitar buat loe kan??hem..romantisnya.”penyakit lebay Vani kumat.

“tuh kan beneran…kalian tu beneran kasmaran!”Reva ketulara penyakit lebaynya Vani.

“Emangnya iya ya?!”jawabku cuek dan melenggang ke dalam kelas meninggalkan mereka.

“Yah..Vanya..kamu nggak romantis banget sih..”teriak Vani mengikutiku.

“iya nih Vanya! Disamber makhluk laen tau rasa loe!!”timpal Reva.

            Seandainya aja mereka tau gimana perasaan ku?? Ya! Aku memang menyukai Dimas. Tapi apa Dimas juga merasakan hal yang sama sepertiku? Seperti apa yang Reva dan Vani bilang?? Enggak mungkin!!Karena Dimas udah punya putri idaman yang sangat dia sukai. Entah mengapa dadaku kian sesak kalau harus mengakui hal itu.

‘’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’

 “Kamu kenapa sih?? Akhir-akhir ini kamu tu nggak asik,tau nggak?!” kataku sebal melihat kelakuan Dimas.

“ah..enggak!perasaan biasa aja deh.”

“Sejak kapan kamu berani bo’ong sama aku??”aku semakin sebal padanya. Ku putuskan memberinya waktu untuk menjawab.

“Loe pernah kepikiran buat punya cowok nggak?”akhirnya Dimas memutuskan memulai percakapan.

“Kenapa tiba-tiba nanya kayak gitu?”balik ku bertanya.

“Masih ingat Cicil nggak? yang pernah gue ceritain dulu.”

“ehm…iya aku masih inget! Emangnya dia kenapa?”jawabku segera berusaha menutupi perasaan aneh yang tiba-tiba menyusup dan membuat nafas ku terasa sesak.

“Loe tau kan gue suka banget sama dia?” Pertanyaan Dimas hanya ku jawab dengan anggukan.

“Lusa dia ulang tahun. Gue mau nembak dia. Menurut loe gimana?”lanjut Dimas entah kenapa terlihat ragu.

Dan seketika itu makhluk kecil yang ada dalam rongga dadaku pun seakan tak mampu mengendalikan kekagetannya mendengar perkataan Dimas. Sampai nafasku tanpa sadar tercekat. Dimas tak menyadari hal itu karena pandangannya menatap lurus ke depan. Aku teringat ucapan Reva tiga hari yang lalu. Tapi aku nggak boleh egois. Aku hanya bertahta sebagai sahabat di hati Dimas. Tidak lebih dari itu. Cicil gadis yang sangat baik dan sempurna untuk Dimas. Aku harus memikirkan perasaan Dimas, bukannya mementingkan perasaanku yang tanpa izin ini.

“Kok kamu ngomongnya nggak semangat gitu sih?!Pake acara nanya ke aku pengen punya cowok segala lagi. Emangnya ada hubungannya?”jawabku akhirnya setelah mampu mengendalikan diri. Dan berusaha tetap riang seperti biasanya.

“Kata-kata kamu tadi tuh nunjukin keraguan,kata Toni kan Cicil juga suka sama kamu. Trus kamu ragu kenapa lagi?”lanjutku dengan berat hati..

Bukannya menjawab pertanyaanku, tapi Dimas hanya menatap ku diam. Dan aku mencoba mencari sendiri jawaban pertanyaanku di mata Dimas.

“Ya ampun Dimas..aku selalu dukung kamu tau!Nggak usah mikir kalo aku nggak setuju deh! Lagian aku nggak mau punya cowok cerewet kayak kamu,walaupun stok cowok di dunia udah habis! Muka kamu nggak banget tau!”candaku akhirnya dan mencubit kedua pipinya dengan gemas mencoba membuat suasana hati Dimas bersemangat lagi,dan berhasil!

“Ye…gue yang eneg liat muka loe,gue juga ogah punya cewek sadis kayak elo!” balasnya mengacak rambutku. Tiba-tiba Dimas memeluk ku dan sontak membuatku terdiam.

“Thanks ya Van. Loe udah jadi sahabat terbaik gue. Jujur gue takut hubungan persahabatan kita nggak bakalan bisa tetep kayak gini. Tapi sekarang aku yakin, persahabatan kita nggak bakalan kenapa-kenapa walaupun keadaannya mungkin beda. Thanks banget loe mau ngertiin gue.” Kata-kata dan suara lembut Dimas membuat muara kecil di pelupuk mataku hampir tumpah. Tapi aku tetap berusaha membendungnya dengan sekuat tenaga.

“ya iyalah Dim…kata-kata kamu kayak kita baru sahabatan kemaren tau nggak?!”aku melepas pelukan Dimas dan meninju bahunya pelan. Senyuman Dimas sudah kembali seperti biasanya. Bayangan hari-hari bahagia bersama Dimaspun berlarian di pikiranku.

            Akhir-akhir ini,Dimas memang menjadi pendiam tak seperti biasanya. Dia menjawab pertanyaan ku hanya dengan jawaban singkat. Raut wajahnya juga terlihat seperti menyimpan beban. Sekarang aku tau apa yang menyebabkannya seperti itu. Dimas terlalu menyayangiku sampai-sampai Dimas takut aku merasa kehilangan dirinya seandainya Dimas memutuskan untuk memiliki dara cantik idamannya tanpa restu dari ku.

            Sepertinya bendungan yang sedari tadi berusaha ku bangun, tak sanggup lagi menahan bebannya. Setitik air bening menetes dari ujung mataku saat jemari lentik Dimas asyik menari bersama senar gitar kesayangnya, menyanyikan lagu yang Dimas bilang diciptakannya khusus buat aku, sahabat terbaik Dimas.

            Aku nggak tau sampai kapan aku bisa bertahan dengan sesak di dadaku ini. Dimas menyeka air mata yang mengalir di pipiku dan akupun menghambur memeluknya. Aku yakin aku pasti kuat, karena aku tetap memiliki hati tulus Dimas, senyuman Dimas yang nggak pernah pudar ,dan yang terpenting Dimas tetap di sisiku walaupun hanya sekedar jadi sahabat dalam hidupku. Yah… persahabatan kami yang tak akan pernah berakhir…

By:

_pauluphred_

2 thoughts on “love? friendship is better…

Leave a comment